Resensi Novel 'PULANG' karya Tere Liye



Novel Pulang karya Tere Liye
Sumber - Republika Penerbit

Pulang, sebuah buku baru karya Tere Liye setelah novel-novel fenomenal lainnya yang besf seller, sampai dijadikan film layar lebar.

Siapa yang tak kenal Tere Liye? Seorang penulis novel "Hafalan Shalat Delisa" dan "Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin". Bahkan saya sendiri pernah tertipu dengan membeli bukunya yang bajakan. Sedih, tapi inilah dilema tinggal di kota yang toko buku besarnya belum ada. Mau beli buku saja harus ke kota yang lamanya 1 jam perjalanan.

Baca Juga: Cara Mengenali buku bajakan


Novel karya Tere Liye selalu menarik minat pembaca, tak terkecuali novel ini.

Dimulai dari desain cover yang ciamik. Seolah pembaca diajak untuk mengintip dan masuk ke dalam ceritanya. Sobekan kertas dan matahari yang ada di baliknya seolah ingin segera dikuak. Tak mustahil jika buku ini mempunyai daya tarik tersendiri ketika berada di rak toko buku. Di tambah nama penulis yang memang sudah sangat familiar.

Buku yang mempunyai tebal 400 halaman ini tak berasa berat di tangan karena hanya 300 gram. Pun tidak membuat mata cepat lelah saat membacanya karena isinya dari kertas yang ringan dan 'adem' saat mata melihatnya. Apalagi ditambah dengan layout yang rapi.

Halaman pembuka dalam novel ini tidak membosankan. Pembaca diajak berpetualang ke dalam hutan dengan suasana yang begitu mencekam. Ditambah dengan pertarungan antara Bujang -tokoh utama- dengan babi yang amat besar. Saat itu, Bujang memang sedang bersama rombongan Tueke Muda untuk memburu babi hutan.

Setelah pertarungan itu, Bujang sama sekali tak punya rasa takut lagi. Jika manusia punya lima emosi (takut, jijik, sedih, bahagia, dan kemarahan), dia hanya punya empat.





“Aku tidak takut. Jika setiap manusia memiliki lima emosi, yaitu bahagia, sedih, takut, jijik, dan kemarahan, aku hanya memiliki empat emosi. Aku tidak punya rasa takut.” Begitulah ucapan Bujang dalam pembuka novel ini.

Diceritakan bahwa awalnya Bujang tidak diperbolehkan ikut Tauke Muda yang berasal dari keluarga Tong oleh mamaknya, tapi karena bujukan sang bapak, mamak pun mengizinkan.

Bujang berubah menjadi sosok yang luar biasa, apalagi dengan didikan dari keluarga Tong yang memiliki bisnis shadow economy. Saya yang tak mengerti apa itu, bisa lebih paham setelah membaca penjelasan yang ditulis oleh Tere Liye.  

“Shadow economy adalah ekonomi yang berjalan di ruang hitam, di bawah meja. Oleh karena itu orang juga menyebutnya black market, underground economy. Kita tidak sedang bicara tentang perdagangan obat-obatan, narkoba, atau prostitusi, judi dan sebagainya. Itu adalah masa lalu shadow economy , ketika mereka menjadi kecoa hitam dan menjijikan dalam sistem ekonomi dunia. Hari ini, kita bicara tentang pencucian uang, perdagangan senjata, transportasi, properti, minyak bumi, valas, pasar modal, retail, teknologi mutakhir, hingga penemuan dunia medis yang tidak ternilai, yang semuanya dikendalikan oleh institusi ekonomi pasar gelap. Kami tidak dikenal oleh masyarakat, tidak terdaftar di pemerintah, dan jelas tak diliput media massa …."

Alur maju-mundur di dalam novel ini membuat penasaran makin menjadi. Kembali ke masa di mana Bujang mempunyai banyak teman baru. Mengenal orang-orang baru dan beranggapan bahwa Bujang akan dijadikan tukang pukul seperti bapaknya. (Baca selengkapnya)



Subscribe to receive free email updates: